Quote atau yang dalam bahasa Indonesia disebut "kutipan" adalah sebuah kalimat yang dirasakan menarik, penuh arti dan bermanfaat sehingga tidak jarang quote dijadikan bahan acuan atau sumber untuk memperkuat, meningkatkan dan memperjelas tulisan. Kutipan bukanlah plagiat sebab ia diambil dari ucapan atau kalimat dari buku, novel, film dan drama, twitter, facebook atau yang lainnya.
Di bawah ini adalah beberapa quote yang kami kutip dari Cuitan Rocky Gerung yang mungkin berisi kutipan love/cinta, romantis, lucu, bijak, inspiratif, menyejukkan hati, dll.
"Menuju artinya masih. Bukan sudah."
"Oposisi itu hal normal.
Bila kehadirannya mengganggu, itu artinya rezim sudah goyah."
"Era ini, kelak akan disebut: "Dongokrasi""
"Logika dengan mudah menemukan mana fakta mana fitnah, mana intel mana aktivis.
Cukup dengan melihat konsistensi kedunguannya."
"Analisis artinya menguraikan dengan akal. Bahkan bila data tak cukup. Itu gunanya logika."
"Sumbat telingamu bila tak tahan dikritik. Bukan membekap mulut orang."
"Di batas kota, rindu memilih jalan sunyi.
Harum hutan menuntunnya ke jantung malam."
"Ekologi teknis memandang alam sebagai sistem yang dapat diurai dan dibentuk ulang.
Ekologi etis memahami alam sebagai kesatuan nilai: mengurai artinya mengubah kualitas."
"Kekurangan pikiran tak membuatmu kehilangan integritas.
Kecuali kekurangan itu kau manipulasi dengan pencitraan."
"Menempuh waktu, sepasang malaikat menjenguk hutan ini. Demi membawa kabar bahwa langit tak pernah membenci bumi. "
"...Seperti tumpukan tempurung. Tanpa otak, tak dapat dirangkai. Cuma menunggu jadi arang."
"Sejenak wangi cemara melintas.
Di bekas-bekas rindu.
Lalu malam menutup hutan ini."
"Pada akhirnya, watak manusia terungkap oleh kedunguannya sendiri. Kini ia terjerat oleh umpannya sendiri."
"Negeri ini perlu literasi. Bahkan untuk menghinapun, kalian tak terdidik."
"Dia tahu dia berbohong.
Tapi sorak-sorai membuatnya membusung.
Dengki mengubahnya jadi budak si Dungu."
"Menjadi sosialis itu perlu ujian pengetahuan dan karakter. Gak bisa lompat kelas."
"Pada intinya, negeri sedang goyah.
Pada akhirnya, itu soal kepemimpinan.
Pada ujungnya, itu soal ketakmampuan. "
"Dirikan panggungmu sendiri.
Kosong penonton?
Kutuk kedunguanmu sendiri."
"Sekali kedunguanmu terbaca, seterusnya kau akan dinilai dengan ukuranmu itu. "
"Mengetahui itu mengerti.
Bukan menghapal. Apalagi sekedar nama ikan."
"1. Ekonomi itu logika. Tak perlu penjelasan. Penjelasan justru berantakan, karena logika ekonomi diintervensi "policy".
2. Setiap intervensi, dasarnya adalah politik.
Perdebatan hari ini justru tentang komplikasi dari intervensi itu.
3. Dalilnya: logika+eksplanasi=politik."
"Di awal sejarah konstitusi, di Eropa, ide konstitusionalisme itu justru dimaksudkan menjamin hak rakyat untuk menjatuhkan penguasa."
"Bahkan setiap saat, presiden dapat diganti. Konstitusi menyediakan caranya: langkah awalnya didakwakan suatu kesalahan (impeach)."
"Pikiran tak dibatalkan oleh fakta."
"Kekacauan jiwa itu periodik. Dipicu oleh ambisi yg melampaui kapasitas otak."
"Menganalisis itu menguraikan persoalan. Diurai kusutnya.
Langkahnya:
1.Kesampingkan amarah
2.Pelajari sebab-akibat.
3. Perhatikan konteks.
4. Lihat konsekwensi terbaliknya.
5. Ambil dalilnya.
Supaya tak frustrasi. Supaya tak jadi gila."
"...Negara melindungi Hak untuk berpendapat bukan melindungi pendapatnya."
"Hujan di akhir hari
Menetaplah hingga malam
Rindu sedang menuju..."
"Di lekuk teluk, ombak mencium bibir pantai.
Berdesir sejenak, ia menghisap pasir.
Lalu kembali ke dasar samudera,
Menemui rindu di kedalaman dingin"
"Terlihat jelas. Tapi bukan itu.
Kecuali rindu menemukannya."
"Ideologi itu memerlukan daya tahan akal. Supaya gak frustrasi."
"Salah pilih itu sial. Bertahan pada pilihan yang salah, itu lucu. Udah sial, masih melucu."
"Sepasang nyawa melintas lembah
Menumpang angin malam
Menuju langit selatan
Membawa pulang tangis bumi.
Untuk dijadikan embun, esok pagi."
"Dendam mengubah ideologi menjadi ambisi buta.
Disulut amarah, ia mengamuk ke segala arah. Berharap revolusi. Tetapi zaman tak menunggu si dungu."
"Liberalisme itu tentang akal.
Supaya tak akal-akalan.
Sosialisme itu tentang hati.
Supaya tak iri hati.
Dua-duanya tentang manusia.
Tentang sifat baik manusia."
"Berteduhlah sejenak.
Angin malam akan membawamu pulang.
Tak ada pintu tertutup,
Bagi rindu.."
"Di garis start, hatimu berdebar.
Semoga nafasmu tiba di finis.
Sorak penonton mengganggumu.
Semoga wasit menghitung jujur."
"Dungu itu tentang "cara berpikir". Bukan tentang "persona"."
"Sok tau. Itu hoax!"
"Seperti halnya olah raga, politik adalah kompetisi. Sportivitas dasarnya. Tak boleh ada yang personal."
"Lain kolam lain kodoknya"
"Sosialis tapi mendengki. Liberal tapi membenci. Oportunisme itu bukan ideologi."
"Si jahat membisiki si bodoh. Mereka lalu bersekutu menebar fitnah. Sosialis bukan begitu, seharusnya."
"Dalam analisis Marxis, sejarah menyelesaikan dirinya sendiri. Si aktor cuma sekrup. Bahkan sudah berkarat."
"Barang bekas.
Memang masih barang.
Tapi gunanya tak ada."
"Bahkan ketika tak tersisa huruf,
Yang tak terucap, tak berarti tak bermakna. Seperti rindu..."
"Yang melintas tak harus singgah.
Yang kembali tak harus bermukim.
Wangimu tak pernah pergi."
"Tak harus tiba..
Karena kisah melampaui waktu.
Karena janji tak memerlukan ruang."
"Bermukimlah pada harapan,
kendati riwayat tak pernah lengkap.
Sunyi menuntunmu pulang.."
"Rumah adalah suasana.
Ia bahkan memberi tempat kepada yang tak hadir:
Kepada rindu."
"Pada cara ngamuk, terbaca gizi anda setiap hari. Pada cara memaki, terbaca IQ anda seumur hidup."
"Politik boleh memburuk. Caci-maki silakan berlanjut. Tapi akal sehat jangan dibuang. Cuma itu modal percakapan warganegara."
"Meme adalah visualisasi literasi. Harus mengandung kritisisme. Bukan sekedar kalimat dangkal."
"Analisa selalu menuju konsekwensi. Itulah inti kritisisme. Tak ada soal personal."
"Tak paham itu bukan dungu. Walaupun semakna."
"Percuma ganti-ganti kemasan. Kemasan itu untuk menyampaikan isi. Jadi, harus berisi dulu."
"Kontroversi. Itu mengaktifkan pikiran. Bagus buat demokrasi."
"Akal diberikan supaya mata tak melotot."
"Dalam kedunguan, mereka tertidur.
Dalam kemarahan, mereka terjaga.
Berabad-abad telah berlalu,
gerombolan itu masih melotot."
"Melarang kontroversi itu seperti melarang matahari terbit. Konyol (Bila bukan dungu)."
"Penganggur itu gak punya kerjaan. Bukan gak punya duit...."
"Fungsi kritik adalah menunjukkan kesalahan.
Memperbaiki adalah fungsi petugas. "
"Selain cara berpikir cerdas, juga ada cara berpikir dungu. Dua-duanya cara berpikir. Tinggal pilih. Mengapa harus ngamuk terhadap pilihanmu sendiri?"
"Kesederhanaan itu memerlukan kejujuran. "
"Embun di pucuk cemara,
Dahulu adalah tanah basah di akarnya.
Alam selalu terhubung dengan nafasmu."
"Dungu itu gamblang. Bukan asumsi."
"Mendaki gunung itu berdamai dengan diri sendiri."
"Cara menghormati badut adalah dengan mentertawakannya."
"Tak ada kaum radikal bila penguasa tak diskriminatif."
"Kriteria kritik tidak boleh ditentukan oleh pemerintah. Begitu etikanya."
"Cara dungu menutupi kesalahan hari ini adalah dengan mencari-cari kesalahan orang lain kemarin."
"Kebebasan berpendapat itu nyawa demokrasi. Mutlak!"
"Munafik itu bukan sifat, melainkan siasat busuk: dari penguasa sampai akademisi"
"Wajah etis itu bukan wajah sopan, melainkan dapat dipercaya."
"Panik pangkal dungu."
"Perubahan adalah takdir politik. Bagi mereka yang berakal."
"Fiksi membuat hidup menari.
Hidup yang faktual itu mati"
"Presiden jika bodoh, dia akan mencari lawan yang lebih bodoh,"
"Debat ideologi tak bisa dimulai dengan sikap fanatik. Tak mungkin diselenggarakan di ruang feodal. Dan tak layak diikuti golongan tempurung."
"Tak ada jalan buntu. Yang mungkin adalah terhalang. Dan dapat dilalui."
"Kata mengandung arti karena suasana. Seperti rindu dan senja."
"Niat boleh buruk. Itu urusan moral anda. Tapi berusahalah menopangnya dengan jalan pikiran yang kuat. Paling tidak, yang buruk itu tak terlihat sekaligus dungu."
"Loyalitas guru bukan terhadap pemerintah, melainkan terhadap pengetahuan. Itu dalilnya."
"Terorisme bukan hakekat manusia. Dia adalah reaksi ideologis. Deradikalisasi harus mulai dengan mengatasi ketidakadilan global dan arogansi kekuasaan."
"Nipu itu kalo bukan karena kere, ya watak."
"Hanya dalam rindu,
engkau mendengarkan sunyiku.."
"Bahkan iblis tak akan menerima doa yang terlalu dungu."
Debat bukan sabung ayam. Tapi kita telanjur menikmatinya begitu. Menunggu ada yang keok. Lalu bersorak, lalu mengejek. Hasrat ejek-mengejek inilah yang kini menguasai psikologi politik kita: mencari kepuasan dalam kedunguan lawan.
Debat adalah seni persuasi. Seharusnya ia dinikmati sebagai sebuah pedagogi: sambil berkalimat, pikiran dikonsolidasikan. Suhu percakapan adalah suhu pikiran. Tapi bagian ini yang justru hilang dari forum debat hari-hari ini. Yang menonjol cuma bagian demagoginya: busa kalimat. Pada kalimat berbusa, kita tak menonton keindahan pikiran.
Politik adalah kecerdasan. Haji Agus Salim tak mengejek balik. Ia hanya memakai otaknya untuk membungkam lawan. Ia memberi pelajaran. Politik adalah pikiran. Bukan makian.
Demagogi adalah ilmu menyiram angin demi menuai bau, yaitu mencari sensasi dalam psikologi massa untuk menikmati kebanggaan diri. Sang tokoh akan mencari penonton demagogis, mereka yang siap menelan angin, siap berjuang dengan modal angin. Dengan psikologi inilah politik mengepung publik. Demokrasi kita hari ini ada dalam situasi itu.
Duel politik tak lagi bermutu. Gagasan dihapus oleh hiruk-pikuk ejekan. Sensasi dirayakan, esensi diabaikan. Rasa gagah memenuhi dada ketika ejekan disambut gempita oleh sesama pendukung. Sahut-menyahut di ruang sosial melambungkan kebanggaan kubu. Semacam ketagihan massal, ejekan menjadi obat perangsang politik. Suatu sensasi aphrodisiac memompa adrenalin untuk memuaskan politik demagogi: “Aku mengejek, maka aku ada.” Megalomania di sana, hipokrasi di sini. Dua-duanya kekurangan pikiran.
Kemerdekaan adalah hasil siasat intelektual, oleh yang berbahasa, maupun yang bersenjata. Politikus dan pejuang tumbuh dalam kesimpulan yang sama, yaitu kemerdekaan adalah tindakan pedagogis.
Kritik yang pedas memerlukan pengetahuan yang dalam. Sinisme yang kejam datang dari logika yang kuat. Dua-duanya kita perlukan untuk menguji pikiran publik agar tak berubah menjadi doktrin, agar panggung publik tak dikuasai para demagog. Kita hendak menumbuhkan demokrasi sebagai forum pikiran.
Debat adalah metode berpikir. Titik kritisnya adalah ketika retorika mulai tergelincir. Titik matinya adalah ketika dialektika terkunci.
selengkapnya di twitter @rockygerung
Itulah beberapa quote atau kutipan yang diambil dari Cuitan Rocky Gerung. Untuk kutipan lainnya, silakan anda buka postingan lainnya pada blog ini.